Sabtu, 20 September 2008

Tragedi Zakat Pasuruan

Tragedi Pasuruan yang Menyedihkan
Oleh: Ratna D. Kartikasari

Sangat disayangkan sekali nyawa melayang begitu saja demi mendapatkan sesuap nasi untuk menghidupi keluarga. Itulah istilah yang patut diberikan bagi para korban tragedi Pasuruan yang menyedihkan bagi umat Islam khususnya. Menyedihkan dan patut dijadikan pelajaran bagi kita semua. Tragedi yang menimpa puluhan orang yang terjadi di Pasuruan Jawa Timur beberapa hari yang lalu seharusnya tidak terjadi apabila kita memperhatikan dan memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan massa yang tidak sedikit. Namun, siapa sangka tragedi yang menyedihkan itu terjadi. Wallahu A’lam.
Beberapa media masa telah mengabarkan tragedi ini. Dari hari pertama kejadian, Senin (15/09) sampai hari ini masih memberitakan musibah tersebut. Awalnya, seorang muslim yang memiliki harta lebih memiliki tradisi membagikan zakat mal secara langsung tanpa melalui badan pembagi zakat. Sejak tahun-tahun sebelumnya, kegiatan pembagian zakat yang dilakukan tiap hari ke-15 puasa Ramadan tersebut berlangsung dengan sukses. Namun, tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada satu pun orang mengira musibah atas kelalaian seseorang ini akan terjadi. Sebanyak 21 orang meninggal dunia baik di tempat kejadian maupun di RSUD dr R Soedarsono, ada 13 korban luka-luka.
Diawali dari niat baik keluarga Haji Shoikon yang bertempat tinggal di gang Pepaya, Jalan dr Wahidin, Kel. Purutrejo, Kec. Purworwjo, Pasuruan ini. Haji Shoikon merencanakan membagikan zakat secara langsung kepada ibu-ibu yang kurang mampu yang mana masing-masing akan mendapatkan Rp 30.000,-. Namun, melihat massa yang begitu banyak, menjadikan pengurangan zakat dari Rp 30.000,- menjadi Rp 20.000.-. Hal tersebut tak menjadi masalah bagi para ibu yang sudah antre sejak pagi, bahkan sejak setelah sahur.
Melihat berita-berita yang telah booming, terlihat bahwa tragedi ini terjadi karena kelalaian dari keluarga Haji Shoikon dan panitia yang ditugasi membagikan zakat. Seharusnya, setelah ada orang yang tahu atau panitia tahu ada korban pingsan atau bahkan ada yang meninggal, seharusnya pembagian zakat itu dihentikan dan dilanjutkan lain waktu. Namun, bukannya menghentikan malah panitia pembagi zakat tidak menghiraukan. Seharusnya, sebagai umat muslim bahkan sudah menyandang ’gelar haji atau hajjah’, seharusnya tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Memang niat mereka sangat baik dalam berzakat, tapi melihat kondisi massa yang dinjak-injak, pingsan, berjatuhan, sesak napas, seharusnya mereka prihatin. Tapi, mereka tetap melanjutkan pembagian zakat yang sebenarnya tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan. Bahkan, wartawan yang meliput pun ikut membantu korban yang berjatuhan.
Ketidakpedulian panitia dan kekurangmaksimalan koordinasi dalam pembagian zakat ini merupakan hal yang patut disorot dalam tragedi ini. Panitia tidak melibatkan aparat keamanan setempat untuk membantu pengamanan. Panitia hanya mengerahkan orang-orang yang mungkin juga belum berpengalaman dalam menangani massa yang banyak. Bahkan, pembagi zakat pun dilakukan oleh keluarga sendiri. Tidak tahu bagaimana cara yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya, seharusnya keluarga Haji Shoikon sudah mampu dan tahu dampak dari aksinya yang membagikan zakat secara langsung tanpa bantuan amil, apalagi kegiatan ini dilakukan tiap tahun. Putusan aparat yang mengamankan keluarga Haji Shoikon merupakan keputusan yang tepat. Memang, mereka berniat baik untuk berzakat, tapi cara dan kelalaian merekalah yang tidak baik. Melihat masalah ini, pemkot Pasuruan pun memberikan santunan sebesar satu juta pada korban yang meninggal. Memang, hal ini sudah merupakan bukti kepedulian pemkot terhadap masalah yang dihadapi warganya. Tapi, mereka harus lebih tegas dan memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan massa, apalagi berhubungan dengan perekonomian. Ibaratnya, konser musik aja bisa memakan korban, apalagi pembagian harta.
Beberapa ulama maupun masyarakat pemerhati mengatakan bahwa tidak ada larangan membagikan zakat secara langsung tanpa melalui amil, tapi ada baiknya apabila pembagian zakat itu dipercayakan pada amil. Kalau memang takut nantinya disalahartikan, ya itu sudah di luar niat kita. Yang penting, kita sudah niat ikhlas untuk berzakat. Selain itu, menurut beberapa orang bahwa zakat mal yang baik adalah apabila diberikan langsung kepada pihak yang berhak menerima. Selain mengetahui secara langsung kemampuan ekonominya yang kurang, juga dapat mempererat silaturahim. Sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk menyambung tali silaturahim, terutama sesama umat muslim. Tidak sedikit orang yang tahu bahwa yang namanya zakat mal sebaiknya diberikan langsung kepada orang yang membutuhkan, mendatangi rumahnya, bukannya secara massal. Memang, tidak ada salahnya membagikan zakat secara masal, tapi perlu koordinasi yang jelas, jangan asal
Ketidakpedulian ibu-ibu terhadap kondisinya yang harus berdesak-desakan dengan ribuan orang ini disebabkan keinginan mereka untuk mendapatkan zakat yang sebenarnya tidak terlalu besar. Bayangkan, mereka rela antre sejak pagi, rela berdesak-desakan, rela meluangkan waktu hanya demi mendapatkan zakat Rp 30.000,-. Inilah gambaran masyarakat kita yang kurang mampu. Masih begitu banyak warga yang ekonominya lemah. Sungguh sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Nyawa melayang begitu saja karena keteledoran seseorang.
Comunication is everything "kita punya pilihan mengatakan dan melakukan sesuatu. Kehidupan kita adalah yang dihasilkan oleh pikiran kita